Kamis, 09 April 2015

Tugas 2 : Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian

Nama: Vinnike Hermawanty
NPM: 29213869
Kelas: 2EB18

1. PERIHAL PERIKATAN DAN SUMBER-SUMBERNYA
Perikatan adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua orang, yang memberi hak kepada kreditur (pihak yang memiliki piutang) untuk menuntut sesuatu dari debitur (pihak yang berhutang). Adapun barang yang dituntut dinamakan prestasi. Prestasi dapat berupa menyerahkan suatu barang, melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.

2. MACAM-MACAM PERIKATAN
A. PERIKATAN BERSYARAT (VOORWARDELIJK)
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu atau tidak akan terjadi. Contohnya apabila saya berjanji pada seseorang untuk membeli rumahnya jika saya lulus tes.

B. PERIKATAN YANG DIGANTUNGKAN  PADA SUATU KETETAPAN  WAKTU (TIJDBEPALING)
Perikatan ini digantungkan pada suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum tentu dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya sesorang. Praktek ini sering diterapkan pada perjanjian perburuhan, hutang wesel, dsb.

C. PERIKATAN YANG MEMPERBOLEHKAN MEMILIH (ALTERNATIEF)
Adalah perikatan dimana terdapat dua atau lebih prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Contohnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan mobil, rumahnya, atau uang seratus juta rupiah.

D. PERIKATAN TANGGUNG MENANGGUNG (HOOFDELIJK ATAU SOLIDAIR)
Adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama berhutang dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Jika salah satu orang membayar, maka hutang yang lain pun terbebaskan.

E. PRIKATAN YANG DAPAT DIBAGI DAN YANG TIDAK DAPAT DIBAGI
Hal ini biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.

F. PERIKATAN DENGAN PENETAPAN HUKUMAN (STRAFBEDING)
Hukuman ditetapkan agar pihak yang berhutang tidak melalaikan kewajibannya.

3. SYARAT-SYARAT UNTUK SAHNYA PERJANJIAN
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
Sepakat mereka mengikatkan dirinya
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Suatu hal tertentu
Suatu sebab yang halal

4. PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN
Apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void).

5. SAAT DAN LAHIRNYA PERJANJIAN
Menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian.

6. PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pedoman-pedoman yang penting dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah:
  1. Menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian
  2. Pilih pengertian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan
  3. Pilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian
  4. Harus ditafsirkan menurut kebiasaan di negeri diadakannya
  5. Semua janji harus diartikan dalam hubungan satu sama lain
  6. Harus ditafsirkan atas kerugian dan keuntungan kedua pihak


7. WANPRESTASI
Apabila debitur tidak menepati janjinya, maka dikatakan ia telah melakukan “wanprestasi” atau “melanggar perjanjian. Wanprestasi dapat berupa:
  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tapi tidak sebagaimana dijanjikan
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan berikut:
  1. Pemenuhan perjanjian
  2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
  3. Ganti rugi saja
  4. Pembatalan perjanjian
  5. Pembatalan disertai ganti rugi

8. CARA-CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN
Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut:
  1. Pembayaran
  2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
  3. Pembaharuan hutang
  4. Perjumpaan hutang atau kompensasi
  5. Pencampuran hutang
  6. Pembebasan hutang
  7. Musnahnya barang yang terhutang
  8. Kebatalan/pembatalan
  9. Berlakunya suatu syarat batal
  10. Lewatnya waktu.


REFERENSI :
Neltje F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta.
Prof. Abdul Kadir Muhammad, S.H., 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.