BUNGA
UTANG
Ibnu
Qudamah berkata, “Setiap piutang yang mensyaratkan adanya tambahan, maka itu
adalah haram. Hal ini tidak ada
perselisihan di antara para ulama.”
Bunga
atau tambahan dalam utang piutang terlarang karena hakikatnya utang piutang
adalah bentuk tolong menolong dan berbuat baik. Jika dipersyaratkan adanya
tambahan ketika pengembalian utang, maka itu sudah keluar dari tujuan utama mengutangi (tolong menolong).
Besarnya
bunga ditentukan di awal berdasarkan persentase dari jumlah uang yang dipinjam,
dan harus dibayar sejumlah tersebut tanpa memperhatikan keadaan peminjam. Hal
ini sesungguhnya merupakan bentuk kezhaliman
yang sangat nyata, yaitu mengambil harta
milik orang lain secara bathil.
Manusia
hidup di bawah aturan yang telah ditetapkan Allah, tidak boleh ridha terhadap
sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah. Oleh karenanya, ridha dari pihak yang berhutang terhadap transaksi ribawi tidak dapat
dijadikan alasan untuk melegalkan praktek ribawi.
JUAL
BELI
Jual
beli diperbolehkan dalam Islam. “Dan
Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah : 275).
Jual beli kredit diperbolehkan berdasarkan
ayat “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al Baqarah
: 282)
Alasan marjin laba jual beli diperbolehkan:
1.
Orang yang melakukan transaksi jual beli, dia melakukan kerja fisik yang riil. Mulai dari mencari barang,
memindahkan, menyimpan, menawarkan, menjualnya, dan mengantarkan ke konsumen. Sehingga
berhak mendapatkan marjin atas kerjanya ini.
Berbeda
dengan riba, semua orang butuh uang. Sehingga ketika ada orang yang membutuhkan
utang, semacam ini tidak perlu ditawarkan. Mereka akan datang dengan sendirinya.
Jika semua dilakukan dengan tertib, hampir tidak ada usaha riil di sana.
2.
Orang yang melakukan jual beli, mereka menanggung
semua potensi resiko kerugian dalam setiap tahapan usahanya. Dari mencari
barang, hingga jaminan selama di konsumen, seperti garansi. Di sana ada
keseimbangan, sebagaimana dia mendapat peluang untung, juga menanggung resiko
rugi.
Berbeda
dengan riba, hampir tidak ada resiko di sana. Jika semua dilakukan dengan
tertib, dia selalu di posisi aman, bisa mendapat keuntungan, tanpa menanggung
resiko kerugian.
3.
Jual beli berbasis pada penyediaan barang atau jasa. Sehingga ada manfaat riil yang diputar di masyarakat.
Sehingga keuntungan yang didapatkan penjual, sebanding dengan nilai manfaat
riil yang diterima konsumen.
Sementara
riba berbasis pada permainan uang. Tidak ada barang atau jasa yang
ditransaksikan. Uang ditransaksikan dengan uang, menghasilkan uang.