Pembicara : Ardiansyah Rakhmadi, Lc., MSI
Head of Sharia Compliance Department, Bank Muamalat Indonesia
Perbankan Konvensional telah diketahui memiliki banyak mudharat dalam perekonomian. Akar permasalahannya berawal sejak The Great Depression di Amerika. Pada tahun 1920, pasar modal booming di Amerika, mereka menganggap pasar modal adalah sarana untuk cepat kaya. Dalam surat kabar, pemerintah mengemukakan jargon “Buy Buy Buy Experts Advise” yang artinya pemerintah menyarankan agar masyarakat membeli saham sebanyak-banyaknya. Hampir seluruh uang dalam perekonomian mengalir ke pasar modal, yang kemudian menyebabkan harga saham naik pada level tertinggi. Ketika harga saham melambung sedemikian tinggi, masyarakat menjadi tidak mampu membeli saham. Saham yang telah mereka miliki sebelumnya tidak dapat dijual kembali. Kemudian terjadilah crash (keadaan dimana pemegang saham menjual sahamnya dengan harga yamg rendah). Bank-bank mulai ditutup, perusahaan tidak dapat mengambil uangnya kembali menyebabkan produksi terhenti dan pada akhirnya sektor riil mulai bertumbangan.
Setelah kejadian tersebut, para ekonom mulai melakukan berbagai penelitian. Ekonom dari Chicago University mengusulkan The Nero Banking System. Ia melihat ekonomi islam dapat mencegah dan mengurai permasalahan ekonomi yang tengah terjadi. Dalam jurnalnya yang berjudul “Remedy for Banking Crises: What Chicago and Islam Have In Common: A Comment” menyebutkan “There is nothing wrong with more of the same, except course that it often doesn’t address the root of the problems. It only postphones the next turmoil”.
Ada tiga hal yang menjadi problem utama dari perbankan konvensional. Pertama, penerapan sistem bunga, dimana bank menjanjikan secara pasti beberapa persen tertentu atas dana yang dititipkan nasabah, tanpa mempertimbangkan kemunginan ketidakmampuan memberikan bunga tersebut. Kedua, adanya money creation melalui fractional reserve system and bank system. Dan ketiga tidak dapat melindungi nasabah dari transaksi haram, dimana dana yang dititipkan nasabah bebas disalurkan bahkan untuk transaksi atau bisnis haram sekalipun.
Pada Perbankan Konvensional, potensi negative spread terjadi jika bunga pinjaman lebih rendah dari bunga simpanan. Untuk mengetahui bank akan bangkut, dapat dilihat melalui laporan keuangan bank tersebut atau dapat juga diketahui dari berbagai media. Ketika terjadi goncangan ekonomi, perbankan akan menetapkan teaser rate (bunga godaan) yaitu menjanjikan bunga kredit yang tinggi. Masyarakat akan berbondong-bondong menitipkan dananya di bank. Sayangnya, tidak akan ada yang tertarik meminjam uang jika bunga pinjaman terlalu tinggi. Dengan demikian dana nasabah tidak akan tersalurkan. Setelah itu terjadilah gelombang kebangkrutan.
Kerangka pengembangan Perbankan Syariah merupakan jawaban dari masalah perekonomian yang ada. Jawaban tersebut antara lain:
- Membangun paradigma perbankan syariah berbasis sektor riil.
- Mengganti sistem bunga dengan sistem berbasis akad (bagi hasil).
- Penguatan self immunity & early warning system.
- Penerapan full reserve system dalam operasional bank.
- Perlindungan dari transaksi haram.
Ultimate result dari keberadaaan Perbankan Syariah:
- Menjaga dan memelihara Adh-dharuriyyat.
- Memenuhi seluruh Al-haajiyyaat.
- Mengupayakan tercapainya Al-kamaliyyat.
Tanya jawab:
Apakah di Indonesia ada Perbankan yang 100% syariah?
Jawab: Untuk saat ini belum ada, karena Bank Syariah masih butuh kerja sama dengan Bank Konvensional sehingga masih ada yang dinamakan Pendapatan Non Halal. Pendapatan Non Halal tadi berasal dari transaksi yang tidak sesuai syariat islam, seperti Bank Syariah yang memiliki rekening di Bank Konvensional di luar negeri akan mendapatkan bunga simpanan. Pendapatan tersebut tidak akan dialokasikan untuk bagi hasil, namun untuk kegiatan lain seperti disumbangkan atau bahkan pendapatan tersebut tidak diambil. Untuk mewujudkannya diperlukan tindakan secara konsisten dan nyata. Jangan jadikan hal tersebut alasan untuk tetap mengikuti alur Perbankan Konvensional yang diawal tadi sudah disebutkan mudharatnya, bahkan MUI menyatakan Perbankan Konvensional adalah haram. Jika nasabah Perbankan Konvensional meninggalkan Bank Konvensional dan beralih ke Bank Syariah, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan akan terciptanya Perbankan yang 100% Syariah. InsyaAllah.
Mengapa produk Perbankan Syariah lebih mahal dibandingkan dengan produk Perbankan Konvensional?
Jawab : Karena dana-dana di Perbankan Syariah lebih banyak berasal dari produk yang mahal seperti deposito. Untuk itu, sangat diharapkan dukungan msayarakat dan pemerintah agar berpihak pada Perbankan Syariah, salah satunya dengan cara menanamkan dana berupa giro.
Sumber :
Kuliah Umum Ekonomi Syariah Islamic Banking Oulook 2020
http://www.irti.org/English/Research/Documents/IES/098.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar