Jumat, 14 Juli 2017

Sikap yang Baik Terhadap Perbedaan

Sebab penolakan (penyanggahan) dan perbedaan menjadi penyebab utama kotornya hati, pendorong kuat lahirnya fitnah dan pembunuh semangat cinta dan kasih-sayang apabila prinsip-prinsip syar’i tidak terpelihara dengan baik, begitu juga dengan etika yang berkaitan dengan masalah ini.
Menerapkan etika penolakan, penyampaian dan interaksi yang baik dengan sikap penolakan termasuk faktor utama penjaga perasaan dan kasih sayang. Oleh karena itu, menjadi keniscayaan bagi orang yang mesti memberikan tanggapan atau penolakan dengan kondisi yang mengharuskan untuk melakukan penolakan untuk tetap konsisten pada prinsip obyektifitas, dan semestinya orang yang menanggapi berperilaku baik dalam memberikan tanggapan dan perbedaan.
Bahkan menjadi lebih baik bagi orang yang ingin memberi tanggapan untuk melihat sisi efektivitasnya dan menampilkan kasih sayang serta menjauhkan kezhaliman dan melampaui batas. Diantara langkah-langkah yang membantu sikap ini adalah sebagai berikut:
A. Seseorang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Sikap ini lebih mendekatkan diri pada ketakwaan, dan lebih menjauhkan kebengisan dan kebencian, lebih memungkinkan hadirnya sifat adil dan mengasihi, menyayangi dan lebih dekat.
B. Membayangkan dirinya berada di posisi lawannya. Hal ini merupakan upaya untuk mengajak orang untuk mencari hal-hal yang memaklumkan lawan, jauh dari buruk sangka dan waspada dari ajakan kezhaliman dan berlebihan.
C. Berkonsentrasi pada kebenaran. Jika kebenaran menjadi tujuan seseorang, ia siap mengutamakannya, dan berusaha mencarinya maka ia akan mendapatkan bimbingan, ia tidak akan merasa kesulitan untuk selalu bersikap adil.

            Jika telah jelas bahwa seorang tokoh salah, maka hal itu tidak menjadi pembenaran bagi kita meninggalkan kebenaran padanya dengan dalih bahwa ia telah salah. Apabila kita cenderung pada salah satu pihak lebih dari yang lain maka kita tidak boleh merampas haknya atau mengira bahwa kebenaran selalu bersamanya. Jika dalam diri salah seorang dari kita ada sesuatu keberpihakan pada salah satu pihak maka hal itu tidak menjadi penghalang untuk menerima kebenaran darinya. Bersikap adil-lah sesuai dengan QS Al-An’am : 152 dan QS Al-Maidah : 8.
Jika kita mempunyai kemampuan untuk menjalin keretakan, menyatukan kata dan mendekatkan sudut pandang maka itu adalah sebuah pendekatan yang bagus. Apabila kita tidak mampu mendamaikan, maka hendaknya kita berusaha dengan doa menghinakan diri kepada Allah Ta’ala agar kiranya Allah mendekatkan hati mereka dan menyatukan pendapat pada kebenaran. Dan hendaknya kita menghindarkan diri dengan sungguh-sungguh dari hujatan kepada para ulama atau berlaku kurang terpuji kepada mereka dan mestinya kita sadar bahwa mereka tidak pernah rela dengan semua itu apa pun keadaannya.
Jika Allah menyelamatkan kita dari penyanggahan ini dan salah satu dari kita berkonsentrasi dengan tugasnya maka itu lebih baik dan aman, Insya Allah. Sedangkan siapa saja yang disangka sebagai tokoh baik salah satu dari mereka menyanggah atau yang disanggah amak sebenarnya mereka juga tidak menginginkan kita berfanatik mendukung mereka atau melawan mereka, akan tetapi mereka lebih menghendaki kita berkonsentrasi pada apa yang Allah ridhai dan bermanfaat bagi banyak orang.
Seorang yang cerdas dan mencintai agamanya dan saudaranya semuslim akan selalu berharap dari relung hatinya terdalam agar kiranya pendapat-pendapat itu berpadu, dan manusia tidak butuh dan tidak terpaksa untuk menolak sebagian pendapat yang lain, yang dalam hal ini tidak sulit bagi Alla Ta’ala.
Jika kita menyambut perbedaan dan penyanggahan dengan jiwa yang luhur, hati yang tenang maka ia akan menjadi rahmat, perbaikan, penguatan, peningkatan kompetensi akal dan kesucian jiwa.
Dengan ini semua, kita memelihata kedudukan dan kehormatan tokoh-tokoh kita dan para ulama dalam hati kita, dan dengan izin Allah kita menjamin kesolidan umat dan kekuatan pilarnya, kita kokohkan pintu bagi siapa saja yang ingin memecah-belah dan menghilangkan keberadaaannya.
Sungguh mengherankan jika engkau melihat dua orang ulama yang mungkin ada perbedaan seputar masalah, sementara engkau lihat para pengikut keduanya saling beradu pendapat dan bermusuhan, masing-masing pihak fanatik membela tokohnya sementara pemilik permasalahan sebenarnya tetap dalam kasih sayang, hubungan yang baik dan kelembutan yang melimpah.
Selanjutnya semua ini adalah ujian bagi nalar dan pemahaman agama kita, maka hendaknya kita menghaluskan kata dan memperbaiki amal.

Dikutip dari     : Mengasah Kepekaan
Penulis             : Muhammaad bin Ibrahim Al-Hamd
Penerbit           : Darussunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar