Kamis, 22 Januari 2015

Tugas 2 : Resume Pengusaha Sukses


Siapa yang tak kenal Roti Bakar Edi? Tempat nongkrong favorit anak muda, professional, birokrat, bahkan selebritis ini sudah berumur 40 tahun. Nah, bagaimana evolusi bisnisnya di tangan generasi kedua?

Perjalanan Roti Bakar Edi membangun brand dan reputasi bisnisnya memang tak bisa dibilang sederhana. Konsistensi di sisi rasa, kualitas pelayanan, dan kenyamanan konsumen menjadi kunci dari eksisnya sebuah brand yang sudah berumur lebih dari 40 tahun ini. Kini, di tangan generasi kedua, perjalanan Roti Bakar kian ekspansif membuka cabang dan menjalankan strategi bisnisnya. Walaupun konsep tenda masih dipertahankan untuk beberapa cabangnya, namun memanjakan konsumen dengan suasana yang rileks adalah pilihan lain yang dikembangkan. Seperti terlihat di gerai Cibubur, Depok, dan Pondok Gede yang menggunakan konsep semi resto.
Hal tersebut dibenarkan Ariyadi, Owner Roti Bakar Edi yang juga anak keempat dari Edi Supardi, Founder dan Owner dari Roti Bakar Edi.  Menurutnya, untuk cabang Depok, Cibubur, dan Pondok Gede  memang lain manajemen. “Walaupun sama brand-nya, tapi manajemen berbeda, dan itu memang dipegang oleh kakak saya kandung saya, dia mau coba buka Roti Bakar Edi sendiri dengan konsep semi permanen atau semi resto,” katanya.
Sedangkan dirinya yang mengelola outlet Senayan, Blok M, Warung Buncit dan Pasar Minggu tetap mempertahankan konsep tenda dengan mengandalkan kenyamanan, kecepatan pelayanan, dan kualitas rasa yang membuat lidah konsumen terus ingin menikmati roti bakar yang empuk dan-meminjam istilah Pakar Kuliner Bondan Winarno-maknyusss. Menurut Ariyadi, kendala dari outlet tenda adalah selalu bongkar pasang. Dan itu, kata Ari-demikian ia biasanya disapa, sangat merepotkan dan perlu tenaga ekstra untuk melakukannya.
“Namun itulah seninya berwirausaha, apalagi tempat ini (Seberang mMasjid Agung Al-Azhar) merupakan tempat favorit untuk nongkrong dan ini sudah lama kami beroperasi di sini, jadi soal bongkar pasang tenda tidak jadi persoalan yang besar buat kami,” katanya. Intinya, imbuh Ari, dua konsep tersebut tetap mengutamakan kenyamanan konsumen, rasa yang terstandar, dan pelayanan yang ramah, cepat, dan menyenangkan.
“Rasa, kualitas pelayanan, dan kenyaman memang nomor satu di Roti Bakar Edi, jangan sampai makan di berbagai cabang kita yang lain namun rasanya tidak berubah,” katanya. Namun untuk menjaga hal tersebut, Ari selalu me-rolling anak buahnya ke semua cabang Roti Bakar Edi. Tujuannya, kata Ari, agar semuanya terstandar dan konsumen tidak akan menemukan rasa yang berlainan antara satu cabang dengan cabang yang lain.
Ari mengakui bahwa manajemen yang ia lakukan dalam mengelola Roti Bakar Edi adalalah manajemen kekeluargaan. Artinya, dirinya selalu terbuka dengan para karyawan yang ada. “Jika ada komplain terkait pelayanan dan rasa saya selalu bicarakan kepada mereka,” katanya.
Ada beberapa divisi yang ada di Roti Bakar Edi, ada divisi khusus yang membuat buat roti, yang menyajikan minuman, membakar pisang, dan membakar roti, serta adapu yang khusus mengorder dari konsumen. “Kami menghargai mereka sesuai dengan keahliannya,” kata Ari.  Untuk outlet yang ada di seberang Masjid Agung Al-Azhar, mempunyai kapasitas 30 puluh buah meja dengan sekitar 200 bangku. Roti Bakar Edi mulai beroperasi pada jam 18.00 WIB dan tutup pada pukul 2 atau 3 dinihari.
Terkait dengan perkembangan dunia online, rupanya Roti Bakar Edi belum ada niat masuk ke dunia online untuk menyapa dan memaintain pelanggan loyalnya. “Sampai saat ini saya belum ada niat masuk ke sana, apalagi mau buat facebook dan twitter Roti Bakar Edi, belum ada rencana ke sana,” katanya.
Target ke depan, jelas Ari, adalah terus melakukan pengembangan outlet atau jaringan. “Ke depan insya Allah kita akan tambah cabang baru,” katanya. Biasanya untuk membuka cabang baru, Ari seringkali mendapat tawaran kerjasama dari customer. “Mereka menawarkan tempat, kita akan survei, setelah cocok baru kita kontrak atau sewa, namun untuk pengelolaannya kami lakukan sendiri,” katanya.
Untuk mengontrol semua cabang yang ada, Ari menempatkan orang-orang kepercayaannya yang bertanggungjawab terhadap keberlangsungan operasional outlet. “Sekarang hampir setiap hari Pak Edi yang kontrol, sedangkan saya fokus mengelola outlet di sini,” katanya. Nah, jika ada masalah atau apapun yang terjadi, Ari dan Pak Edi yang akan memanggil penanggungjawab outlet. “Mereka adalah orang kepercayaan saya untuk menjalankan bisnis ini dengan baik dan bisa meningkat atau lebih baik dari waktu ke waktu,” ujarnya.
Mereka, imbuh Ari, diberi kekuasaaan penuh untuk mengelola outlet tersebut. “Bagaimanapun caranya agar omsetnya meningkat,” katanya. Jika terjadi penurunan omset dan kunjungan pelanggan, Ari menjelaskan, maka evaluasi mutlak dilakukan.
Jika faktor penyebabnya adalah cuaca atau musim hujan, dirinya bisa memaklumi. Adapun bila cuaca biasa saja namun omset turun berarti ada masalah. Kalau cuaca baik-baik saja tapi kurang kita akan evaluasi,” katanya. Saat ditanya soal inovasi menu dan produk, ia menyatakan jarang melakukannya. Dirinya hanya fokus pada inovasi rasa dan kualitas dari produk agar tetap sama dan standar.
Saat ini, karyawan Roti Bakar Edi mencapai 80 orang dengan sistem gaji harian. “Kami berikan insetif pada Hari Raya dan fasilitas pengobatan saja,” ujarnya. Hebatnya, karyawan Roti Bakar Edi banyak yang bertahan sampai 25 atau 20 tahun. “Karena kami selalu mendorong mereka untuk berfikir terbuka, kalau ada pekerjaan yang lebih baik silahkan pilih dan mereka pastai bicara ke saya atau ke Bapak, kalau ada yang punya modal, silahkan buka usaha sendiri,” katanya. Terkait kepuasan pelanggan, bagi Ari hal itu adalah segalanya. “Kami bisa seperti ini adalah hasil dari kepercayaan dan kepuasan customer,” katanya.
Restu Pendiri Senjata Membesarkan Roti Bakar Edi
Ariyadi, putra bungsi Edi Supardi, Pendiri Roti Bakar Edi, pada awalnya tidak berminat meneruskan usaha Bapaknya. “Cita-cita mau jadi polisi waktu kecil,” katanya. Namun, cita-cita tersebut gagal diwujudkannya. Setelah ia renungkan, ada seseorang yang menasihatinya agar dia meneruskan usaha roti bakar yang sudah dirintis ayahnya selama puluhan tahun. “Jika tidak ada yang meneruskan sayang, karena banyak orang yang tahu Roti Bakar Edi, masak anaknya sendiri tidak ada yang mau meneruskan”. Begitulah nasihat seseorang yang membuat Ariyadi berbalik arah dan mau meneruskan usaha Roti Bakar Edi. “Ini sudah takdir saya harus membesarkan usaha ini”.
Setelah 10 tahun terjun dan mengendalikan bisnis Roti Bakar Edi, dirinya baru merasa enjoy. “Karena saya tidak terikat dan bisa melakukan apapun. Alhamdulillah, saya bisa mensyukuri apa yang saya dapat dari sini, dan saya terjun tidak bisa setengah-setengah. Dibenak saya bagaimana agar bisa meningkatkan usaha ini lebih baik dan lebih maju lagi,” katanya panjang lebar.
Ide pengembangan dan perbaikan bisnis pun kerap ia realisasikan setelah berkonsultasi dulu ke Pak Edi. “Setiap keputusan selalu saya konsultasikan ke beliau, sebab dia lebih tahu dari pada saya. Jika menurut beliau baik, itu yang akan saya jalankan,” katanya. Sebab, ia melanjutkan, orang sukses itu harus mendengar apa yang dinasihatkan orang tua. Ibarat pepatah Jawa, jangan sampai melebihi orang tua dan selalu mohon restu dari mereka. Karena itu, Ari berusaha sebisa mungkin meminimalisir kesalahan yang timbul dari keputusan yang dijalankannya. “Kalau salah, imbasnya pasti ke orang banyak, ini yang saya hindari,” katanya.
Mahmud


Tidak ada komentar:

Posting Komentar