Siapa yang tak kenal Roti Bakar Edi? Tempat
nongkrong favorit anak muda, professional, birokrat, bahkan selebritis ini
sudah berumur 40 tahun. Nah, bagaimana evolusi bisnisnya di tangan
generasi kedua?
Perjalanan Roti Bakar Edi membangun
brand dan reputasi bisnisnya memang tak bisa dibilang sederhana. Konsistensi di
sisi rasa, kualitas pelayanan, dan kenyamanan konsumen menjadi kunci dari
eksisnya sebuah brand yang sudah berumur lebih dari 40 tahun ini. Kini, di
tangan generasi kedua, perjalanan Roti Bakar kian ekspansif membuka cabang dan
menjalankan strategi bisnisnya. Walaupun konsep tenda masih dipertahankan untuk
beberapa cabangnya, namun memanjakan konsumen dengan suasana yang rileks adalah
pilihan lain yang dikembangkan. Seperti terlihat di gerai Cibubur, Depok, dan
Pondok Gede yang menggunakan konsep semi resto.
Hal
tersebut dibenarkan Ariyadi, Owner Roti Bakar Edi yang juga
anak keempat dari Edi Supardi, Founder dan Owner dari
Roti Bakar Edi. Menurutnya, untuk cabang Depok, Cibubur, dan Pondok Gede
memang lain manajemen. “Walaupun sama brand-nya, tapi manajemen berbeda,
dan itu memang dipegang oleh kakak saya kandung saya, dia mau coba buka Roti
Bakar Edi sendiri dengan konsep semi permanen atau semi resto,” katanya.
Sedangkan dirinya yang mengelola
outlet Senayan, Blok M, Warung Buncit dan Pasar Minggu tetap mempertahankan
konsep tenda dengan mengandalkan kenyamanan, kecepatan pelayanan, dan kualitas
rasa yang membuat lidah konsumen terus ingin menikmati roti bakar yang empuk
dan-meminjam istilah Pakar Kuliner Bondan Winarno-maknyusss. Menurut Ariyadi,
kendala dari outlet tenda adalah selalu bongkar pasang. Dan itu, kata
Ari-demikian ia biasanya disapa, sangat merepotkan dan perlu tenaga ekstra
untuk melakukannya.
“Namun itulah seninya berwirausaha,
apalagi tempat ini (Seberang mMasjid Agung Al-Azhar) merupakan tempat favorit
untuk nongkrong dan ini sudah lama kami beroperasi di sini, jadi soal bongkar
pasang tenda tidak jadi persoalan yang besar buat kami,” katanya. Intinya,
imbuh Ari, dua konsep tersebut tetap mengutamakan kenyamanan konsumen, rasa
yang terstandar, dan pelayanan yang ramah, cepat, dan menyenangkan.
“Rasa, kualitas pelayanan, dan
kenyaman memang nomor satu di Roti Bakar Edi, jangan sampai makan di berbagai
cabang kita yang lain namun rasanya tidak berubah,” katanya. Namun untuk
menjaga hal tersebut, Ari selalu me-rolling anak buahnya ke semua cabang Roti
Bakar Edi. Tujuannya, kata Ari, agar semuanya terstandar dan konsumen tidak
akan menemukan rasa yang berlainan antara satu cabang dengan cabang yang lain.
Ari mengakui bahwa manajemen yang ia
lakukan dalam mengelola Roti Bakar Edi adalalah manajemen kekeluargaan.
Artinya, dirinya selalu terbuka dengan para karyawan yang ada. “Jika ada
komplain terkait pelayanan dan rasa saya selalu bicarakan kepada mereka,”
katanya.
Ada beberapa divisi yang ada di Roti
Bakar Edi, ada divisi khusus yang membuat buat roti, yang menyajikan minuman,
membakar pisang, dan membakar roti, serta adapu yang khusus mengorder dari
konsumen. “Kami menghargai mereka sesuai dengan keahliannya,” kata Ari.
Untuk outlet yang ada di seberang Masjid Agung Al-Azhar, mempunyai
kapasitas 30 puluh buah meja dengan sekitar 200 bangku. Roti Bakar Edi mulai
beroperasi pada jam 18.00 WIB dan tutup pada pukul 2 atau 3 dinihari.
Terkait dengan perkembangan dunia
online, rupanya Roti Bakar Edi belum ada niat masuk ke dunia online untuk
menyapa dan memaintain pelanggan loyalnya. “Sampai saat ini saya belum ada niat
masuk ke sana, apalagi mau buat facebook dan twitter Roti Bakar Edi, belum ada
rencana ke sana,” katanya.
Target ke depan, jelas Ari, adalah
terus melakukan pengembangan outlet atau jaringan. “Ke depan insya Allah kita
akan tambah cabang baru,” katanya. Biasanya untuk membuka cabang baru, Ari
seringkali mendapat tawaran kerjasama dari customer. “Mereka menawarkan tempat,
kita akan survei, setelah cocok baru kita kontrak atau sewa, namun untuk
pengelolaannya kami lakukan sendiri,” katanya.
Untuk mengontrol semua cabang yang
ada, Ari menempatkan orang-orang kepercayaannya yang bertanggungjawab terhadap
keberlangsungan operasional outlet. “Sekarang hampir setiap hari Pak Edi yang
kontrol, sedangkan saya fokus mengelola outlet di sini,” katanya. Nah, jika ada
masalah atau apapun yang terjadi, Ari dan Pak Edi yang akan memanggil
penanggungjawab outlet. “Mereka adalah orang kepercayaan saya untuk menjalankan
bisnis ini dengan baik dan bisa meningkat atau lebih baik dari waktu ke waktu,”
ujarnya.
Mereka, imbuh Ari, diberi kekuasaaan
penuh untuk mengelola outlet tersebut. “Bagaimanapun caranya agar omsetnya
meningkat,” katanya. Jika terjadi penurunan omset dan kunjungan pelanggan, Ari
menjelaskan, maka evaluasi mutlak dilakukan.
Jika faktor penyebabnya adalah cuaca
atau musim hujan, dirinya bisa memaklumi. Adapun bila cuaca biasa saja namun
omset turun berarti ada masalah. Kalau cuaca baik-baik saja tapi kurang kita akan
evaluasi,” katanya. Saat ditanya soal inovasi menu dan produk, ia menyatakan
jarang melakukannya. Dirinya hanya fokus pada inovasi rasa dan kualitas dari
produk agar tetap sama dan standar.
Saat ini, karyawan Roti Bakar Edi
mencapai 80 orang dengan sistem gaji harian. “Kami berikan insetif pada Hari
Raya dan fasilitas pengobatan saja,” ujarnya. Hebatnya, karyawan Roti Bakar Edi
banyak yang bertahan sampai 25 atau 20 tahun. “Karena kami selalu mendorong
mereka untuk berfikir terbuka, kalau ada pekerjaan yang lebih baik silahkan
pilih dan mereka pastai bicara ke saya atau ke Bapak, kalau ada yang punya
modal, silahkan buka usaha sendiri,” katanya. Terkait kepuasan pelanggan, bagi
Ari hal itu adalah segalanya. “Kami bisa seperti ini adalah hasil dari kepercayaan
dan kepuasan customer,” katanya.
Restu
Pendiri Senjata Membesarkan Roti Bakar Edi
Ariyadi,
putra bungsi Edi Supardi, Pendiri Roti Bakar Edi, pada awalnya tidak berminat
meneruskan usaha Bapaknya. “Cita-cita mau jadi polisi waktu kecil,” katanya.
Namun, cita-cita tersebut gagal diwujudkannya. Setelah ia renungkan, ada
seseorang yang menasihatinya agar dia meneruskan usaha roti bakar yang sudah
dirintis ayahnya selama puluhan tahun. “Jika tidak ada yang meneruskan sayang,
karena banyak orang yang tahu Roti Bakar Edi, masak anaknya
sendiri tidak ada yang mau meneruskan”. Begitulah nasihat seseorang yang
membuat Ariyadi berbalik arah dan mau meneruskan usaha Roti Bakar Edi. “Ini
sudah takdir saya harus membesarkan usaha ini”.
Setelah 10 tahun terjun dan mengendalikan
bisnis Roti Bakar Edi, dirinya baru merasa enjoy. “Karena saya tidak terikat
dan bisa melakukan apapun. Alhamdulillah, saya bisa mensyukuri apa yang saya
dapat dari sini, dan saya terjun tidak bisa setengah-setengah. Dibenak saya
bagaimana agar bisa meningkatkan usaha ini lebih baik dan lebih maju lagi,”
katanya panjang lebar.
Ide pengembangan dan perbaikan
bisnis pun kerap ia realisasikan setelah berkonsultasi dulu ke Pak Edi. “Setiap
keputusan selalu saya konsultasikan ke beliau, sebab dia lebih tahu dari pada
saya. Jika menurut beliau baik, itu yang akan saya jalankan,” katanya. Sebab,
ia melanjutkan, orang sukses itu harus mendengar apa yang dinasihatkan orang
tua. Ibarat pepatah Jawa, jangan sampai melebihi orang tua dan selalu mohon
restu dari mereka. Karena itu, Ari berusaha sebisa mungkin meminimalisir
kesalahan yang timbul dari keputusan yang dijalankannya. “Kalau salah, imbasnya
pasti ke orang banyak, ini yang saya hindari,” katanya.
Mahmud
Sumber: http://tabloidbo.com/?p=1469
Tidak ada komentar:
Posting Komentar