Sabtu, 12 Oktober 2013

Budaya Indonesia yang Sudah Mulai Terkikis


Budaya Bercocok Tanam

Salah satu budaya Indonesia yang sudah mulai terkikis adalah budaya bercocok tanam.
        Di era globalisasi seperti saat ini, manusia telah berubah menjadi modern. Bangsa Indonesia kini telah terpengaruh oleh perilaku budaya asing yang nampaknya kurang sesuai dengan budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Mereka cenderung menginginkan sesuatu dengan mudah, dengan instan, dengan praktis.
        Sebagai contoh dalam menginginkan makanan. Masyarakat kini lebih menyukai makanan fast food dan makanan impor yang mereka anggap rasanya lebih lezat. Pemerintah, selaku pengatur negara harus menyesuaikan dengan permintaan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah juga menyetujui kebijakan impor makanan. Seperti yang kita ketahui kacang kedelai yang mampu kita tanam sendiri saja harus diimpor.
        Akibat kebijakan tersebut, permintaan atas barang lokal pun menurun sehingga para petani beralih profesi. Mereka lebih memilih bekerja mengadu nasib di kota dari pada bercocok tanam di desa dikarenakan pendapatan yang jauh lebih menguntungkan mereka.
        Hal ini tentunya perlahan-lahan akan mengurangi jumlah petani lokal. Padahal sesungguhnya Indonesia merupakan negara agraris yang sangat potensial.
        Pemerintah seharusnya memahami bahwa dengan kebijakan impor yang biasa dilakukan akan mengikis budaya bercocok tanam di Indonesia. Indonesia dengan sumber daya alam yang berlimpah ruah, tanah yang subur, tanah yang dibanggakan bangsa-bangsa di dunia, dan didukung dengan tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Namun ironinya kini harus rela meneguk budaya-budaya asing yang dapat meruntuhkan budaya bercocok tanam yang kita miliki.
        Sampai kapan kita akan tetap seperti ini? Bangsa Indonesia seharusnya memiliki rasa cinta pada tanah air. Rasa cinta tanah akan tercipta jika kita sadar bahwa kita tumbuh besar karena makanan yang kita makan berasal atau tumbuh dari tanah Indonesia. Berbeda halnya apabila kita terbiasa makan makanan impor. Kita tidak akan menyadari masyarakat betapa kayanya negeri kita, betapa besarnya perjuangan saudara kita untuk menyiapkan makanan yang akan kita makan. Hal ini juga dapat mengurangi rasa cinta terhadap sesama saudara kita.
        Teknologi pun sering dijadikan alasan untuk menghambat budaya bercocok tanam. Ini bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan. Indonesia memiliki banyak insinyur yang jika mendapat perhatian dari pemerintah akan menghasilkan teknologi yang maju.
        Saya rasa solusinya adalah dengan menghilangkan doktrin masyarakat tentang lezatnya makanan impor. Kita harus bersama-sama merangkul bangsa ini agar menjadi bangsa yang mandiri, tidak bergantung pada bangsa lain, dan harus bangga akan negeri ini. Caranya adalah:
1.   Pemerintah mendukung kegiatan petani lokal dengan cara memberikan bibit-bibit, pupuk, dsb secara berkala agar biaya yang diemban petani tidak terlalu berat.
2.   Pemerintah mengadakan training-training tentang budaya bercocok tanam kepada para pengangguran.
3.   Pemerintah menambah pengalokasian dana untuk para insinyur lokal agar dapat menciptakan teknologi yang mendukung kegiatan bercocok tanam.
4.   Membiasakan memakan makanan lokal sejak dini agar budaya bercocok tanam tetap terjaga.

Jika Indonesia telah mempercayakan kebutuhan pangannya pada petani lokal, permintaan pangan atas makanan lokal akan bertambah sehingga petani semakin sejahtera. Petani sejahtera, masyarakat sejahtera, negara pun menjadi sejahtera.
Sadarlah bangsaku, jangan sia-siakan sumber daya alam dan budaya yang di negeri kita ini. Yakinkan pada diri sendiri bahwa sesuatu yang berasal dari negeri sendiri lebih bermutu, sebelum semua itu hilang.


Nama : Vinnike Hermawanty
NPM : 29213869
Kelas : 1EB23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar